Yogyakarta, (22 Januari 2024) – Memasuki tahun baru 2024 dan melihat tantangan serta dinamika yang dihadapi oleh jaringan microfinance Muhammadiyah bernama Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM), Induk BTM dalam rapat kerja (Raker) 20 – 21 Januari 2024 di SM Tower – Yogyakarta kemarin, menekankan, kepada seluruh jaringan BTM nasional untuk kembali kepada khittah dan marwah BTM sebagai pusat keuangan Muhammadiyah. Untuk itu sangat penting bagi pengurus, pengelola BTM untuk memiliki pemahaman ideologis, historis dan organisatoris BTM sebagai Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM). Minimnya para pengelola dan pengurus tentang literasi manajemen dan tata kelola BTM sebagai lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) yang unik, strategis dan berbeda dengan LKMS lainnya membuat BTM dioperasikan secara sporadis dan tak terkoordinasi sama sekali. Hal ini sangat berbahaya bagi tujuan dan pegembangan Gerakan Microfinance Muhammadiyah (GMM) kedepan.
Pernyataan ini sampaikan oleh Ketua Induk BTM; Achmad Su’ud yang didampingi oleh para pengurus Induk BTM diantaranya Ketua dan anggota Pengawas Induk BTM; Agus Nugroho, Ahmad Sakhowi, Agus Lukman Hidayat, Dewan Pengawas Syariah; Nishfun Nahar, Bendahara; Tri Kuncoro, Litbang; Triyono, Jaringan BTM Yogyakarta; Hotma dan Direktur Eksekutif; Agus Yuliawan.
Alasan mengapa harus kembali kepada khittah atau marwah, lanjut Ketua Induk, hal ini sesuai dengan pedoman dalam mendirikan BTM serta regulasi di Muhammadiyah baik itu surat edaran (SE) 004/ B/G/2017 Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Pimpinan Pusat Muhammadiyah serta pedoman mendirikan Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah. “Dengan demikian sangat jelas nasab dan gantungan BTM sebagai satu – satunya LKMS di bawah organisasi Muhammadiyah dan tak ada microfinance yang lain,”terangnya.
Sebagai LKMS di bawah organisasi Muhammadiyah, artinya bukan sekedar simbol atau nama Muhammadiyah yang dilekatkan pada nama institusi BTM, akan tetapi harus dibuktikan dalam regulasi kelembagaan BTM yang jelas berupa positioning Muhammadiyah di BTM dan komitmen konkrit BTM terhadap Muhammadiyah. Hal ini, kata Su’ud, sangat penting, sebab banyak fenomena yang terjadi LKMS dalam realitasnya, ketika nama organisasi Muhammadiyah itu digunakan dan tiada komitmen jelas, maka suatu saat terjadi masalah terhadap LKMS tersebut seringkali organisasi Muhammadiyah terseret – seret di masalah itu. Sementara ketika LKMS itu berjalan sukses tak ada komitmen jelas berapa keuntungan yang diberikan kepada Muhammadiyah. Maka meneguhkan kembali komitmen BTM sebagai pusat keuangan Muhammadiyah sebuah keniscayaan yang harus diwujudkan.
Program Pasca Muktamar
Sebagai pusat keuangan Muhammadiyah dan LKMS yang unik dan dalam bentuk KSPPS (Kemenkop UKM) & LKMS (dibawah OJK), peran dan fungsi BTM adalah hanya fokus dalam bisnis intermediasi di sektor keuangan dan tidak mendirikan sektor riil sama sekali. Sementara di sektor sosial dikerjasamakan dengan LAZISMU. Dengan demikian sesuai dengan arsitektur microfinance BTM yang ada, pengelolaan BTM wajib menekankan mitigasi risiko dan prudentia sehingga BTM benar – benar menjadi sebuah LKMS yang sehat dan menguntungkan kepada berbagai pihak.
Maka dari itu di program Induk BTM pasca Muktamar Muhammadiyah ke 48 di Solo, pertama harus menyesuaikan dengan perubahan nomenklatur di organisasi Muhammadiyah pasca Muktamar. Dimana BTM bukan hanya sekedar menyesuaikan program ekonomi di Majelis Ekonomi, Bisnis dan Pariwisata dalam mengembangkan bisnis (properti, industri, distribusi, transportasi) tapi BTM juga harus kolaborasi dengan Lembaga Pengembang – UMKM untuk mengembangkan UMKM, Majelis Wakaf dan Kehartabendaan dalam membuat produk wakaf uang, Lembaga Pembinaan Haji dan Umroh dalam hal program Gerakan Haji Muda Bersama BTM, Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MP) dalam intermediasi sektor riil & cash management, dan Majelis Pustaka dan Informatika dalam program teknologi IT BTM, aplikasi, pusat data informasi dan literasi digital BTM.
Kedua, Induk BTM akan melanjutkan pengembangan literasi, edukasi, kemitraan dan public relation kepada berbagai pihak. Penataan kelembagaan, mitigasi risiko, standarisasi operasional prosedur (SOP) dll. Inovasi pengembangan bisnis BTM yang mengedepankan transformasi BTM dan digitalisasi.
“Dengan program Induk BTM yang demikian kita berharap peran dan fungsi BTM bisa terwujud sekaligus sebagai bagian dari Muhammadiyah dalam berta’awun untuk negeri,”papar Su’ud.