sejarah pelaksanaan ibadah haji oleh umat Islam Nusantara sejak masa silam hingga masa kolonial, dengan fokus pada bagaimana tradisi naik haji berkembang dan tantangan yang dihadapi di masa lalu. Dalam diskusi yang dipandu oleh Iwan Setiawan bersama narasumber Muarif, seorang sejarawan Muhammadiyah, dikupas asal-usul kedatangan Islam ke Nusantara, jalur pelayaran menuju tanah suci, hingga peran Muhammadiyah dalam memperbaiki dan mengorganisasi ibadah haji pada masa kolonial hingga sebelum kemerdekaan.
Sejarah menunjukkan bahwa umat Islam di Nusantara sudah melakukan tradisi naik haji sejak abad awal hijriah, bahkan sebelum teori-teori masuknya Islam yang populer seperti dari Persia, Gujarat, maupun Cina. Bukti adanya jaringan perdagangan komoditas seperti kapur barus dari daerah Barus, Sumatera Utara, yang sampai ke Makkah dan bahkan disebut dalam Al-Qur’an menunjukkan hubungan Nusantara yang erat dengan dunia Islam awal.
Pada masa lalu, perjalanan naik haji sangat sulit dan penuh risiko, dilakukan melalui jalur laut dengan fasilitas sangat terbatas, campuran penumpang, barang dagangan, dan hewan ternak yang menyebabkan banyak jemaah sakit bahkan meninggal. Biaya perjalanan sangat mahal dan prosesnya memakan waktu berbulan-bulan hingga lebih dari setahun. Kondisi ini memberi gambaran bahwa kesanggupan mental, finansial, dan sarana transportasi menjadi faktor penting dalam pelaksanaan ibadah haji. Muhammadiyah muncul sebagai pelopor dalam mengorganisasi perjalanan haji dengan membentuk Panitia Perbaikan Ibadah Haji (PPI) yang berupaya memperbaiki kondisi keberangkatan dan pelayanan jemaah haji mulai awal abad 20, termasuk menstandarkan aspek kesehatan dan keselamatan jemaah.
Tokoh seperti Kiai Ahmad Dahlan dan Haji Fakhruddin menjadi contoh perjalanan haji yang sekaligus bertujuan menuntut ilmu agama di tanah suci. Fenomena “Haji Singapura” juga menarik, yakni sejumlah jemaah yang gagal melanjutkan perjalanan karena kondisi medis dan keuangan, tetapi tetap dihormati sebagai haji karena niat dan usahanya. Selain itu, ditemukan “Kampung Jawi” di Makkah yang menjadi pemukiman orang Nusantara, memperlihatkan kedekatan budaya dan jaringan kuat antara masyarakat Nusantara dan tanah suci. Di masa kolonial, berbagai maskapai pelayaran bersaing dan situasi kurang ideal bagi jemaah haji, termasuk pungutan liar yang dilakukan oleh sejumlah petugas di tanah suci.
Namun, momentum pembukaan Terusan Suez dan peran Muhammadiyah secara signifikan membantu meningkatkan kualitas pelaksanaan haji di kalangan Muslim Nusantara. Secara keseluruhan, video ini menyoroti kompleksitas sejarah ibadah haji bagi umat Islam Nusantara, perjuangan, tantangan dan perkembangan yang mengarah pada perbaikan sistem penyelenggaraan haji, terutama melalui inisiatif Muhammadiyah.
– 🕋 Awal sejarah naik haji umat Islam Nusantara sudah berlangsung sejak abad pertama hijriah, lebih tua dari teori masuknya Islam dari Persia atau Cina.
– 🌍 Kapur Barus sebagai komoditas lokal Nusantara disebutkan dalam Al-Qur’an, menunjukkan jaringan global awal umat Islam Nusantara dengan Arab.
– 🚢 Perjalanan haji di masa lalu sangat sulit dan berisiko, dengan jalur pelayaran yang belum terorganisir, mencampur penumpang dengan barang dan ternak.
– ⏳ Lama perjalanan haji bisa mencapai 6 bulan hingga 2 tahun, karena bergantung pada musim dan kondisi pelayaran.
– 👥 Muhammadiyah berperan aktif dalam memperbaiki sistem perjalanan haji sejak awal abad 20 dengan membentuk panitia khusus dan menyewa kapal.
– 🏘️ Kampung Jawi di Makkah sebagai pusat komunitas umat Islam Nusantara yang menetap dan berinteraksi di tanah suci.
– 💰 Biaya besar dan berbagai pungutan liar sering membebani jemaah haji Nusantara, mencerminkan kebutuhan reformasi dalam penyelenggaraan haji.