Dalam diskusi yang dipandu oleh Iwan Setiawan bersama Mas Muarif, dibahas perjalanan sejarah dan dinamika pemikiran tentang cita-cita pendirian negara Islam di Indonesia terutama melalui tokoh Ki Bagus Hadi Kusumo, seorang figur sentral Muhammadiyah yang juga terlibat dalam proses perumusan dasar negara Indonesia. Diskusi dimulai dengan konteks sejarah pasca Jepang kalah dalam Perang Dunia II dan pembentukan badan-badan persiapan kemerdekaan, seperti BPU PKI dan PPKI, yang menjadi arena perdebatan antara kelompok nasionalis dan Islam.
Mayoritas tokoh Islam, termasuk Ki Bagus, Bung Karno, dan Kasman Singomidjo, awalnya mendukung pendirian negara Islam sebagai bentuk negara Indonesia. Namun, tekanan dari otoritas Jepang yang kemudian digantikan oleh pemerintahan republik baru membuat cita-cita tersebut gulung tikar dan beralih kepada strategi keikutsertaan dalam merumuskan dasar negara yang bisa menjadi konsensus bersama, yang akhirnya lahir Pancasila.
Ki Bagus yang dikenal sebagai tokoh yang tegas dan sulit dipengaruhi, akhirnya merelakan usulan tujuh kata dalam rancangan dasar negara yang dianggap sebagai simbol pendirian negara Islam, untuk mencapai kesepakatan nasional. Pendekatan ini membuat Pancasila menjadi ideologi bangsa yang mampu merangkul keberagaman agama dan budaya di Indonesia, termasuk Islam sebagai agama mayoritas, tanpa menjadi negara Islam secara eksplisit.
Perdebatan antara nasionalis dan Islam dalam bentuk negara berlanjut hingga masa orde lama dan reformasi. Di era reformasi, aspirasi ingin negara Islam kembali muncul namun tetap berada dalam bingkai sistem negara demokratis yang berdasarkan Pancasila. Muhammadiyah kemudian mengokohkan posisi Pancasila sebagai “Darul Ahdi Wasyahadah,” sebuah konsep negara konsensus yang mengakomodasi Islam dalam kerangka kebangsaan. Diskusi menekankan pentingnya pemahaman yang kontekstual dan flexible atas Pancasila di kalangan generasi muda, agar nilai-nilai dasar negara tidak kehilangan relevansi dan dijaga keberlangsungannya di tengah perubahan zaman serta pengaruh global.
– 🕌 Mayoritas tokoh Islam mendukung negara Islam, tetapi tekanan eksternal membuat cita-cita ini gagal dan beralih ke strategi pengaruh dalam dasar negara.
– 📜 Ki Bagus Hadi Kusumo sebagai tokoh Muhammadiyah sangat berperan dalam negosiasi dan perumusan Pancasila sebagai dasarnya negara Indonesia.
– 🤝 Perdebatan sengit antara nasionalis dan Islam di masa persiapan kemerdekaan menghasilkan kompromi dalam bentuk Pancasila sebagai ideologi pemersatu.
– 🌍 Pancasila mengakomodasi keberagaman agama dan budaya Indonesia dengan konsep yang inklusif dan fleksibel.
– 📚 Pentingnya interpretasi yang adaptif terhadap Pancasila agar tetap relevan bagi generasi muda di era digital.
– ✨ Muhammadiyah mengadopsi konsep “Darul Ahdi Wasyahadah” sebagai penegasan bahwa Pancasila adalah dasar negara yang sesuai dengan nilai Islam dan kebangsaan.
– 🔄 Aspirasi negara Islam masih ada di masa reformasi, namun secara historis cita-cita tersebut sudah mengalami kegagalan dan transformasi ke pemerintahan berbasis Pancasila.
-🕌 **Sejarah Dukungan Tokoh Islam pada Negara Islam**: Banyak tokoh Islam di Indonesia dari berbagai ormas seperti Muhammadiyah, NU, PERTI, PUI sebenarnya memiliki cita-cita mendirikan negara Islam yang diwarnai oleh ajaran agama dalam tata kelola negara. Ini didasari oleh pandangan bahwa negara harus berlandaskan ideologi atau pandangan hidup yang jelas, yaitu Islam. Namun, cita-cita ini mengalami kegagalan pertama kalinya ketika otoritas pendudukan Jepang menolak negara Islam sebagai pilihan dan mengubah dinamika politik saat itu.
– ⚖️ **Peran Ki Bagus Hadi Kusumo dalam Perumusan Pancasila**: Ki Bagus dikenal sebagai sosok yang tegas dan sulit dipengaruhi dalam perdebatan di BPU PKI dan PPKI. Meski demikian, beliau akhirnya secara legowo menerima kompromi dengan penghapusan tujuh kata yang mengarah pada negara Islam untuk mencapai kesepakatan demi persatuan bangsa. Sikap beliau mencerminkan adanya negosiasi dan penyesuaian praktis dalam proses demokrasi awal Indonesia.